DILEMA KESETARAAN GENDER DAN KEADILAN DI LINGKUNGAN KERJA BAGI BURUH PEREMPUAN
Sudah tidak asing lagi bagi kalangan sekitar tentang banyaknya kabar berita yang memuat mengenai kabar berita perempuan mendapat diskriminasi dalam llingkungan kerja, perempuan mendapat tekakan kerja diluar jam kerja, kekerasan seksual pada perempuan dilingkungan kerja dan penindasan pada hak buruh dilingkungan kerja yang mengakibatkan dilema berat bagi Buruh Perempuan. Hal ini kerap terjadi dikarenakan kurangnya kesetaraan gender dan keadilan di lingkungan kerja bagi Buruh Perempuan.
Kabar berita semacam ini sebenarnya sudah ada sejak dahulu, Seperti yang dialami oleh Nurmali Sari Wahyuni seorang jurnalis di kalimantan, yang mana Nurmali harus kehilangan bayi dikandungannya setelah mendapat kekrasan dari orang yang tidak dikenal ketika melakukan liputan (Gde Bagus Wahyu Dhyatmika, tempo.co: 2013). Di lanjut kabar berita terbaru yang hampir serupa yang menimpa Elitha Tri Novianty salah seorang Buruh Perempuan di perusahaan produsen es krim PT. Alpen Food Industry (AFI) atau Aice. Ia mengalami pendarahan hebat diakibatkan beratnya pekerjaan yang mengharuskan ia untuk dikuret. Yang sebelumnya Elitha sudah meminta dispensasi kerja untuk di pindahkan ke divisi yang tidak terlalu berat pekerjaannya, malah Elitha mendapat ancaman dipecat (Kompasania, 2023).
Tercatat sejak tahun 2019 hingga 2023 sudah terdapat enam kasus bayi yang dilahirkan dalam kondisi tak bernyawa dan 15 kasus keguguran yang dialami oleh Buruh Perempuan aice, ucap juru Bicara Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) bernama Sarinah, yang mewakili serikat buruh Aice, namun Pihak Aice membantah kasus tersebut. Dan mendistorsi (memutarbalik-kan fakta) bahwa pihak perusahaan sudah melarang perempuan yang sedang hamil untuk bekerja di shift malam.
Para pengamat buruh dan gender berargumen praktik penindasan pada hak Buruh Perempuan merupakan akibat dari pelanggengan budaya patriarki di sektor ketenagakerjaan di Indonesia hingga saat ini terus berkelanjutan. Budaya patriarki di sektor katenagakerjaan menjadikan perempuan sebagai budak dan second person yang lemah seakan-akan tidakdapat melakukan apa-apa. Hal ini linier dengan ucapan Suci Flambonita, staf pengajar di Fakultas Hukum, Universitas Sriwijaya "Buruh Perempuan dianggap hanya sebagai second-person (orang kedua).
Hilangnya kesetaraan gender dan keadilan dilingkungan kerja mengakbitkan Buruh Perempuan sering diperlakukan semena-mena, penindasan pada hak Buruh Perempuan, kekerasan seksual pada Buruh Perempuan dilingkungan kerja. Sehingga muncullah stigma yang melekat pada perempuan yang dianggap lemah atau tidak mampu sebagai pekerja dan stigma ini juga dijadikan alasan oleh sebuah perusahaan yang kurang berminat untuk mempekerjakan perempuan.
Stigma perempuan lemah itu sebenarnya adalah rumor biasa, karena jika dilihat dari segi kemampuan, perempuaan juga mampu untuk bekerja seperti yang dilakukan oleh laki-laki yang pada umumnya. Hanya saja perempuan tidak mampu berkerja secara maksimal ketika ia diposisi sedang hamil, dan baru melahirkan. Yang mana hal ini sudah alamiah dan harus mendapatkan dispensasi dari tempat kerja.
Sudah saatnya Buruh Perempuan untuk angkat bicara dan melawan demi kesetaraan gender dan keadilan dilingkungan kerja. Sudah bukan waktnya bagi Buruh Perempuan hanya diam ketika mendapat kekerasan seksual dilingkungan kerja, mendapat tekanan kerja yang tidak seharusnya, mendapat penindasan hak Buruh Perempuan dilingkungan kerja. Demi membuktikan bahwa bahwa Buruh Perempuan tidak lemah dan demi menegakkan kesetaraan gender dan keadilan dilingkukan kerja bagi Buruh Perempuan.
Klick disini untuk membaca artikel menarik lainnya
Adapun salah satu perlawanan bagi Buruh Perempuan yang dapat dilakukan adalah salah satunya: Melaporkan ke pihak berwajib, melapor pada komunitas pemberdayaan perempuan atau melapor ke lembaga pemberdayaan perempuan. Yang mana layanan akses pengaduan kekerasa pada perempuan dapat melalui telepon ke 129 merupakan layanan pengaduan masyarakat KEMEN PPPA (Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak RI) dan sebagai wujud hadirnya dalam melindungi Perempuan dan Anak.
0 Komentar